Categories
ODOP

Nanti Malam Kita Tidur Di Mana?

Nanti malam kita tidur di mana?” Aku lelah menjawab. 

“Kita menginap di sini, Pa.”

“Ini tempat apa? Kita mau bertemu siapa?” Sudah sering aku mengulang jawaban atas pertanyaan yang sama di tiap harinya. 

“Ini hotel, Pa. Kita liburan di Lembang.” Ia tersenyum kikuk. Antara gembira dan kaget. Seperti senyum yang sama dengan beberapa menit yang lalu. 

“Ini pertama kali Papa menginap di hotel.” Dia benar. Puluhan tahun kami berkubang dengan kemiskinan. Makan sehari-hari berbekal belas kasih saudara. Siapa sangka kini kami bisa bermalam di hotel. Kata Mama,selain pertama kali menginap di hotel, ini pertama kali juga Papa berada di Lembang. Aku jadi ingat kalimat yang mengganggu tadi siang. 

“Papa pernah ke sini sewaktu SD. Study Tour”, ucapnya sambil menikmati pemandangan kabut kawah Tangkuban Perahu. Ini jelas tidak mungkin. Papa lahir dan besar di Padang. Urusan apa study tour jauh ke Tangkuban Perahu? 

“Maklum, pikun.” Begitu tanggapan Mama agak berbisik agar Papa tidak tersinggung. Belakangan, Papa mudah tersinggung. Jika tersinggung, kambuh sesak napasnya. Aku putuskan mengabaikan setiap pikiran yang mengganggu karena malam ini harus spesial. 

Aku sudah pesan tempat di resto bergaya tradisional yang berjarak 20 menit perjalanan dari hotel kami. Cap ‘orang miskin’ yang melekat bertahun-tahun pada Papa-Mama harus ditanggalkan malam ini.  Besok, kami akan pulang dengan cerita liburan bergaya ala orang kaya kepada sanak saudara juga tetangga. Kami resmi terbebas dari kemiskinan. 

Jadilah, malam ini kami duduk berhadapan di tempat makan terkenal di kawasan Lembang. Aku pesan makanan terbaik untuk Papa-Mama. Harga makanan 3 kali lipat menu yang sama di warung tenda pinggir jalan. Semakin mahal, semakin baik. Makanan disajikan dengan tampilan menarik. Ayam bakar dihias dengan cantik. Tomat berbentuk bunga. Daun-daun ditata apik. Cakep ya makanan orang kaya. Aku terkekeh mendengar komentar Papa. 

Selesai makan, kami pulang menuju hotel dengan mobil sewaan. Di perjalanan, Papa gelisah. Dadanya naik turun dengan tempo yang cepat. Kami tahu kondisi ini. Buru-buru kubuka kaca jendela mobil. Aku kipasi Papa dengan barang sedapatnya. Papa rogoh saku kantong celana, ia dapati sebuah obat sesak. Ia hirup dalam-dalam. Berkali-kali ia tanya kapan kita sampai. Ia gelisah. Aku panik. Mama berdoa. 20 menit perjalanan menjadi terlalu lama. Papa menggeliat. Ia teriak minta tolong. Susah payah ia mencoba tetap bernapas. Mobil berbelok arah bukan ke hotel, tetapi ke rumah sakit. Papa bergerak tidak beraturan. Rintihan minta tolong terdengar memilukan. Mama menangis dalam doa. 

Kami sampai di depan gerbang rumah sakit. Aku turun dari mobil dengan segera. Aku gelisah. Aku ingat kalimat terakhir di meja makan tadi: Pa, jangan cuci tangan pakai air minum. Kayak orang kampung.

Di seberang pintu masuk, aku hampiri petugas administrasi rumah sakit. 

“Saya perlu ambulans untuk angkut jenazah.”

Nanti Malam Kita Tidur Di Mana? – Purnama Indah

2 replies on “Nanti Malam Kita Tidur Di Mana?”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *