Categories
ODOP Parenting

Memohon Simpati Abang (Jurnal Hari ke-10)

Digabung dengan kata ‘memohon’, kata simpati jadi memiliki makna dramatis. Aslinya sih ga sebegitunya. Hanya saja, saat itu saya kehilangan cara dan menguap semua materi komunikasi produktif yang telah saya terima. Entah apa sebenarnya memohon simpati ini bisa juga digunakan dalam strategi komunikasi produktif atau tidak. 

Tulisan ini adalah sebuah jurnal atau catatan sebagai produk dari implementasi materi komunikasi produktif di kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional. Jika tertarik mengetahui apa itu komunikasi produktif, teman-teman dapat membaca ringkasan yang telah saya buat di sini.

Memohon Simpati Abang

Siang itu saya tergopoh menghampiri Dawud yang menangis ketika bangun dari tidur. Seperti biasanya, saya langsung susui Dawud yang belum sepenuhnya sadar. Ada rasa hangat yang menjalar saat kulit tangan saya bersentuhan dengan kepala Dawud. Ini hari ke-2 Dawud demam. Rata-rata suhu tubuhnya selama demam 37.5°C. Pada kondisi normal, saya mungkin tidak terlalu panik dengan demamnya Dawud dan bisa menenangkan diri dengan menganggap Dawud akan tumbuh gigi atau mau pinter

Tapi kondisi saat ini tidak sedang normal. Dengan gempuran berita tentang Covid-19, demam menjadi momok yang menakutkan. Begitu pun dengan demam Dawud, cukup menyita perhatian saya. Pada dasarnya, Dawud cenderung tidak rewel dalam kondisi normal. Saat sedang tidak enak badan, Dawud beberapa kali rewel pada kondisi yang kurang pas.

Ketika sedang menyusui, saya dihampiri oleh Ibrahim yang menggenggam sebungkus biskuit. 

“Bunda, tolong bukain. Abang ga bisa bukanya”, pintanya yang tidak sabar pengin ngemil. 

“Jangan makan di kamar ya, Bang. Tunggu Bunda selesai nyusuin Adek, boleh?”, saya coba nego ke Ibrahim. Biasanya, kegiatan menyusui Adek tidak berlangsung lama. Saya meminta Ibrahim untuk bersabar menunggu proses menyusui selesai. 

“Enggak mau. Abang maunya sekarang.” Ini dia salah satu kata yang tidak saya sukai ketika diucapkan Ibrahim: s-e-k-a-r-a-n-g. Ketidaksabaran ini sering membuat jengkel, termasuk pada saat itu. 

 “Abang lihat Bunda sedang apa? Boleh tunggu sebentar?”, Kejadian nego seperti ini sering terjadi. Sering berhasil, tidak jarang juga gagal. 

“Abang maunya sekarang.” Bener-bener dah bocah!

Mungkin karena terusik dengan obrolan kami, Dawud yang tadinya menyusu sambil merem akhirnya membuka mata. Masih dalam kesadaran yang belum penuh, Dawud menengok ke arah Ibrahim dan melihat bungkusan biskuit di tangan Ibrahim. Dawud berusaha mengambil bungkus biksuit tapi dihalangi oleh Ibrahim. Dawud seketika menangis. Dawud ini suaranya relatif kencang. Kalau ia menangis, suaranya seperti memenuhi ruangan dan bikin deg-degan.

“Tolong ya Bang, pinjemin biskuit untuk Adek. Sebentar aja. Dibuat main doang sama Adek.” Memang bungkusan biskuit ini bentuknya gembung dipenuhi udara dengan 5 buah biskuit kecil di dalamnya. Sehingga, kalau kita goyangkan bungkusnya, ada suara-suara yang cukup menarik perhatian bayi. 

“Enggak mau. Abang mau makan ini sekarang.” Dawud semakin menangis mendengar penolakan Ibrahim. Air mata meleleh jatuh hingga membasahi sprei. Saya jarang sekali melihat Dawud menangis hingga keluar air mata. Demam mungkin membuat Dawud menjadi melow. 

“Abang ga kasian sama Adek? Adek kan lagi sakit, Bang. Tolong ya Abang “. Abang tetap teguh pendirian dan masih mengulang-ulang permintaan untuk membuka bungkus biskuit. Adek masih menangis dengan volume yang semakin besar. Ruangan menjadi bising dengan tangisan Adek dan rengekan Abang. Saya memandangi Abang tanpa berkata. Letih sekali, tidak tahu bagaimana lagi cara membujuk Ibrahim. Semua seolah bergerak melambat (slow motion) tanpa suara. Padahal belum sore, tetapi energi saya seperti sudah habis terserap rengekan dan tangisan yang berlomba. Saya biarkan mereka adu bising. Saya menutup mata sebentar, berusaha mencerna apa yang sedang terjadi. Ajaib, Ibrahim berhenti merengek dan memberikan bungkus biskuit kepada Adek. 

“Ini buat Adek main. Tapi sebentar aja ya.” Wah, apa tadi yang saya lakukan sehingga Abang berubah pikiran? Apa penderitaan tampak di wajah saya? Wkwkwkwk. Adek menerima bungkus biskuit dengan gembira. Selagi menyusu, digoyang-goyangkannya bungkus biskuit sehingga memunculkan suara yang membuat Dawud tertawa kecil. Beberapa detik kemudian, Dawud melepaskan bungkus biskuit. Dia sudah tidak tertarik. Jadi, untuk apa semua drama barusan?

Poin Komunikasi Produktif.

Dari kejadian di atas, saya mencatat beberapa poin tentang komunikasi produktif, terutama pada saat proses negosiasi dengan Ibrahim. Berikut poin-poin tersebut:

  1. Yakin dalam bernegosiasi. Ketika memohon simpati Ibrahim, terbetik ketidakyakinan dalam hati saya. Waduh, roman-romannya ga berhasil nih bujukan. Kondisi ini mengingatkan saya kembali bahwa kendala komunikasi terbesar seringnya adalah komunikasi dengan diri sendiri.  Pikiran negatif yang mengungkung tidak jarang menghasilkan komunikasi yang berkualitas tidak baik. Ke depannya, saya perlu sering-sering mengunggah positive thinking dan positive feeling ke dalam diri saya. 
  2. Perlu memerhatikan intonasi yang digunakan. Pada saat letih dan kebisingan karena rengekan serta tangisan, intonasi saya lebih cenderung memerintah dibanding memohon atau meminta tolong. 
  3. Perhatikan gesture yang digunakan. Gesture yang mengambil peran pada kondisi tersebut adalah gesture marah, lelah, dan kecewa. Gesture ini menimbulkan kesan yang berbeda bagi anak. Saya kira, jika saya berada pada kondisi tersebut untuk kedua kalinya, saya akan ambil jeda sejenak untuk menjernihkan pikiran.

Bintang Penghargaan.

Saya menilai proses komunikasi yang terjadi antara saya dan Abang dalam kondisi di atas dengan nilai 3 bintang dari 5 bintang. Komunikasi yang terjadi belum smooth, gesture yang digunakan masih belum sesuai, dan beberapa hal lainnya yang perlu diperbaiki di masa mendatang. Harapannya, saya mampu lebih cakap lagi dalam menciptakan komunikasi yang produktif baik dengan anak, maupun dengan pasangan. 

Semoga kejadian ini bermanfaat bagi yang membaca. Jika ada tanggapan, boleh disampaikan pada kolom komentar ya. Terima kasih. 

Tabik!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *