Long weekend ini saya sempatkan berkunjung ke rumah mertua yang tinggal sendirian. Di sana saya menemukan sebuah buku tipis yang judulnya saja sudah mengguggah: Sehari di Rumah Rasulullah. Ini buku terbitan lama, tahun 2000 (20 tahun yang lalu!). Buku ini seperti ditakdirkan untuk muncul dan lalu dibaca oleh saya pada waktu yang tepat. Libur long weekend ini dikarenakan peringatan Maulid Nabi Muhammad pada hari Kamis dan diberlakukan cuti bersama pada Rabu dan Jumat.
Belum lagi terkait hal yang sedang hangat-hangatnya di luar sana. Ramai pemboikotan produk Perancis. Apa sebab? Presiden Perancis, Emmanuel Macron, memberikan penghargaan terhadap seorang penggambar karikatur Nabi Muhammad SAW. Bahkan setelah kematiannya, tukang gambar ini diberikan upacara pemakamanan layaknya orang penting. Kata Pak Presiden, negara memberikan jaminan kepada warga negara dalam mengekspresikan pendapatnya.
Entah kenapa, dua peristiwa di atas yang tiba-tiba saya ingat ketika melihat buku ini. Walaupun sebenarnya, bahasan buku ini abadi sepanjang masa. Cinta kepada Rasul bukan seperti cinta kepada lawan jenis. Cinta ini juga (semestinya) melebihi cinta kepada diri sendiri, bahkan kepada orang tua. Cinta ini lebih agung karena perwujudan iman. Maka, dapat dipahami setiap reaksi fanatik muslim terhadap pihak yang kehilangan respect terhadap Rasul (bahkan menghina, na’udzubillah min dzalik). Bukan sekadar fanatik tanpa akar, fanatisme ini perwujudan cinta dan iman.
Layaknya kita mengidolakan seseorang, kita akan mencari tahu tentang dirinya: bagaimana kesehariannya, apa saja kebiasaannya, siapa saja yang dekat dengan dia, bagaimana ia memerlakukan orang-orang yang dekat dengannya, dan lain sebagainya. Pun dengan Rasulullah, sang suri teladan. Allah katakan bahwa Muhammad Rasulullah adalah manusia terbaik dan ada teladan terbaik pada diri beliau. Lalu, sudah seberapa kenal kita dengan teladan kita? Yang perilaku kita semestinya bercermin pada perilakunya. Yang kebiasaan kita semestinya mengikut pada kebiasaannya. Yang tutur kata kita mestinya mencontoh tutur katanya. Maka, sudah seberapa kenal kita dengan Muhammad Rasulullah?
Daftar Isi
Mengenal Rasulullah dalam Keseharian Beliau
Buku ini membahas tentang keseharian Rasulullah dari sejak bangun tidur hingga tidur lagi. Diceritakan bahwa bangun tidurnya Rasul adalah tengah malam. Beliau bangun lalu menghidupkan malam dengan solat malam dan bermunajat kepada Allah. Abu Hurairah menceritakan bahwa Rasulullah sering melakukan solat malam hingga kakinya bengkak. Saking lamanya beliau berdiri dalam solatnya. Lalu Aisyah, istri Rasul, bertanya tentang alasan Rasul melakukan solat malam hingga bengkak-bengkak kakinya. Jawaban orang mulia itu sungguh indah:
“Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang bersyukur?”
(HR Ibnu Majah)
Bukan karena banyaknya permintaan yang ingin diajukan. Bukan pula karena ditimpa kesusahan. Ia solat berlama-lama semata-mata untuk menunjukkan syukur pada Allah Yang Maha Pengasih. Lalu, bagaimana cara kita menunjukkan syukur pada Yang Maha Penyayang?
Jika telah masuk waktu subuh, Rasul solat subuh berjamaah di Masjid. Selepas solat, Rasul duduk berdizikir sampai matahari terbit lalu solat lagi 2 rakaat. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau bersabda:
“Barang siapa solat subuh berjamaah, lalu duduk berdzikir kepada Allah sampai terbit matahari, kemudian solat dua rakaat , maka ia mendapat pahala haji dan umrah. Sempurna, sempurna, sempurna.”
(HR. Muslim)
Pada waktu dhuha, Rasul melakukan aktivitas seperti mengajar, menerima tamu, silaturahim, dan lain sebagainya. Aisyah ditanya, apakah Rasul selalu solat dhuha? Aisyah menjawab bahwa Rasul juga melaksanakan solat dhuha sebanyak 4 rakaat dan menambah rakaatnya berapa saja yang beliau mau (seperti yang tertera pada hadits riwayat Muslim).
Suatu waktu, Aisyah juga pernah ditanya tentang apa saja yang dilakukan Rasul ketika berada di rumah. Aisyah menjawab,
“Seperti layaknya manusia biasa. Beliau menambal bajunya, memerah susu kambingnya, dan mengerjakan sendiri pekerjaan rumahnya”
(HR Ahmad dan Tirmidzi)
Seorang pemimpin, guru, dan nabi melakukan sendiri pekerjaan rumahnya. Padahal, beliau bisa saja menyuruh orang untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah, bahkan tanpa dibayar. Atau, beliau bisa memerintah istrinya melakukan ini itu keperluannya tanpa tapi, tidak boleh menolak. Tapi tidak, yang kita bicarakan ini orang mulia sekaligus seorang suami dari istri yang diperlakukan dengan hormat olehnya. Apa-apa yang mampu ia kerjakan sendiri, ia tidak memberatkan istrinya.
“Beliau sibuk dengan pekerjaan keluarganya. Tetapi, jika mendengar adzan, beliau segera ke luar rumah.”
(HR Muslim)
Bersegera ke luar rumah yang dimaksud dengan hadits di atas adalah bersegera solat di Masjid pada awal waktu. Dikatakan oleh penulis bahwa Rasulullah tidak pernah meninggalkan solat fardu berjamaah di Masjid kecuali pada saat dipanggilnya Rasul menghadap Allah.
Sifat-sifat Rasul
Selain kegiatan sehari-hari Rasul, penulis juga menceritakan bagaimana sifat agung Rasul yang membuat ia begitu istimewa dibandingkan dengan manusia lainnya. Di antaranya adalah betapa Rasul sangat menyayangi anak-anak. Kasih sayang in terlihat bagaimana pada suatu hari dalam solatnya, Rasul pernah menggendong cucunya. Rasul juga selalu mengucap salam kepada anak-anak kecil yang ditemuinya, seperti yang diceritakan oleh Anas bin Malik. Diceritakan juga betapa Rasul begitu lembut, sabar dan tawadhu. Walaupun begitu, beliau dapat bersikap tegas dan berani pada orang-orang yang menentang Allah. Masih banyak lagi gambaran betapa mulia sifat Rasul yang dapat ditemui pada buku ini.
Penceritaan Tidak Runtut
Isi dari buku ini dapat dijadikan pedoman dan pengingat kita untuk selalu mencontoh manusia terbaik (ya masa mencontoh manusia yang tidak baik, kan?). Namun demikian, sangat disayangkan penceritaan yang disampaikan saya rasa kurang runtut. Sebelum membaca buku dan karena melihat judulnya (Sehari di Rumah Rasulullah), saya membayangkan pembaca dituntun melihat kehidupan Rasul dalam frame waktu 24 jam dimulai dari bangun hingga tidurnya Rasul. Tapi yang tersaji tidak demikian.
Di awal, penulis membuka cerita dengan menunjukkan di mana letak rumah Rasul dan bagaimana kondisi dan bentuk rumah Rasul. Saya, sebagai pembaca, terkondisikan berwisata menelusuri rumah dan kehidupan Rasul. Tapi, penceritaan lompat pada sifat-sifat Rasul. Lalu cara bicara Rasul, kemudian penulis menceritakan tentang kerabat Rasul. Cerita dan poin-poin yang disajikan terasa kurang dijahit rapi sehingga kurang menghasilkan pengalaman membaca yang menyenangkan.
Saltik pada Beberapa Tempat
Selain diceritakan tidak runtut, saya menemukan beberapa saltik (typo) di beberapa tempat. Mengingat buku ini tidak terlalu tebal, sangat disayangkan masih terdapat saltik dasar seperti penggunaan di- sebagai imbuhan tapi dituliskan terpisah dengan kata yang mengikutinya. Sebaliknya, di- yang semestinya menjadi kata depan (penunjuk tempat), tapi dituliskan serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Walaupun demikian, buku ini tetap penting untuk dibaca, apalagi jika Bunda merasa berat untuk membaca buku Sirah Nabi yang cukup tebal. Buku ini menjadi ringkasan atas kegiatan, perilaku dan sifat-sifat Muhammad Rasulullah. Dengan didukung oleh hadits-hadits shahih, membaca buku ini tidak perlu ragu akan kebenaran isinya.
Judul: Sehari di Rumah Rasulullah
Penulis: Abdul Malik Ibnu M. Al-Qasim
Penerbit: Gema Insani
Cetakan: cetakan ke-6, Oktober 2004
Selamat membaca ya Sehari di Rumah Rasulullah ya Bund!
2 replies on “Sehari di Rumah Rasulullah: Sebuah Review Buku”
[…] dzikir pagi dan petang. Orang-orang yang melakukan dzikir pagi dan petang hari lebih dicintai Rosul dibandingkan dengan orang yang membebaskan 4 orang budak dari putra Nabi […]
[…] kurma saat puasa selain karena sunnah Nabi (Nabi mencontohkan), ada manfaat lain dari sisi kesehatan. Ada segudang manfaat kurma bagi […]