Memahami maksud anak seringkali bukan pekerjaan mudah. Walaupun Ibrahim sudah bisa bicara dengan jelas kata per kata, saya masih sering tidak paham maksud ucapannya. Ini kesempatan baik untuk saya berlatih komunikasi produktif dengan Ibrahim. Oh iya, untuk mengetahui ringkasan materi komunikasi produktif kelas Bunda Sayang Institut Ibu Profesional batch 6, teman-teman dapat meng-klik di sini.
Daftar Isi
Sebuah Percakapan untuk Memahami Maksud Anak
Apa sih maksudnya? Itu pertanyaan yang muncul di kepala ketika Abang meminta minum. Awalnya Abang minta minum air dingin. Karena semua botol air di kulkas sedang dan akan dicuci, saya bilang tidak ada air dingin. Abang yang agak mengantuk menjadi rewel dan tetap meminta air dingin. Saya berusaha cari jalan keluar lain (case tentang win-win solution pada jurnal hari sebelumnya bisa dilihat di sini). Sayangnya, hari itu di kulkas tidak tersedia es batu sebagai pengganti air dingin.
“Es batu tidak ada, Bang. Air putih aja ya”, saya coba nego.
“Tidak mau air putih, maunya air biasa aja.”
Hah? Apa pulak itu air biasa? Saya tetap ngotot, air biasa itu ya air putih. Dia tidak terima. Dia tetap tidak mau minum air putih, maunya air biasa. Akhirnya saya coba menggali lagi, apa yang dimaksud air biasa itu.
“Di mana letaknya air biasa? Coba tunjukin”, saya berharap Abang menunjuk tempat minum air putih dan saya akan tutup dengan kalimat: Itu air putih. Air biasa sama dengan air putih. Dah, minum itu air putih! Khas emak-emak ga sabaran ya kan. Tapi ternyata Abang punya jawaban lain.
“Air yang ada di botol merah kemarin.” Ia terdiam sejenak seperti sedang berpikir, lalu melanjutkan, “Air zam-zam, Bunda.” Ealah! Memang beberapa pekan sebelumnya, Ibu saya memberi air zam-zam yang saya taruh di botol minum warna merah.
“Air zam-zam sudah habis, Abang.”
“Kita beli lagi.” Paling sebel deh kalo bocah bilang begini. Bentar-bentar beli.
“Air zam-zam susah dicarinya. Biasanya kita dapat kalau kita habis umroh atau haji dari Mekkah.” Ini kalimat panjang bener sih, tapi Emak udah tiris sabarnya. Saya jadi ragu, paham ga ya ini bocah. Saya lihat ia terdiam berpikir.
“Oooh. Kalau begitu, Abang minta aja deh sama Allah. Ya Allah, berikan Abang air zam-zam. Aamiin.” Wah, saya cukup terkejut sama ending percakapan ini. Wkwkwkwk.
Tantangan dalam Memahami Maksud Anak.
Dari percakapan di atas, saya merasa kesulitan memahami maksud anak yang mendefinisikan air biasa sebagai air zam-zam. Saya juga tidak mengira kalau ia akan mention air zam-zam mengingat air zam-zam tersebut sudah habis agak lama.
Selain itu, saya juga agak kesulitan menenangkan Abang untuk tidak terus-terusan meminta air zam-zam. Toh sebenarnya kita bisa membeli air zam-zam seperti yang Abang minta. Tetapi, mental mudah membeli ini juga ingin saya ubah perlahan. Dia harus tahu, ada kondisi dimana apa yang dia minta tidak selalu ada dan sesuatu yang tidak ada atau habis tidak selalu bisa langsung dibeli. Alhamdulillah, dia memaknai atas apa-apa yang tidak mampu atau merasa sulit dilakukan, kita bisa minta kepada Allah Yang Maha Kuasa.
Poin Komunikasi Produktif.
Dari kejadian di atas, saya mencatat beberapa poin berikut:
- Jangan terburu-buru menebak maksud anak. Terburu-buru ini akan berakibat emosi pada salah satu pihak. Anak yang kesal karena emaknya tidak paham dengan yang ia maksud atau emak yang kesal karena tidak sabar dengan penjelasan anak yang bisa jadi tidak efisien.
- Gali maksud anak dengan beberapa pertanyaan. Kita bisa mencoba memahami maksud anak dengan memberikan beberapa pertanyaan dengan tujuan untuk menggali jawaban yang sebenarnya. Kita bisa tanya tentang bentuknya, lokasinya, warnanya, baunya, apapun!
- Beri jeda diri ketika mulai merasa kesal. Hati yang kesal tidak akan membuat pikiran menjadi lebih jernih. Tarik napas, lalu keluarkan perlahan. Masukkan kalimat-kalimat positif ke dalam pikiran. Lagipula, tidak hanya Emak yang kesal, anak mungkin juga kesal: ngapa sih emak gue kaga ngarti pisan!
Bintang Penghargaan.
Boleh ya saya kasih apresiasi diri sendiri dengan bintang 5 dari 5 bintang. Saya mengapresiasi kesabaran saya dalam berbincang dengan bocah 3 tahun yang sedang mengantuk. Pada seringnya, obrolan di kala bocah mengantuk akan saya tutup dengan, “Abang ngantuk itu. Tidur!”.
Saya kira itu dulu cerita tentang memahami maksud anak. Semoga apa-apa yang ditulis di sini bermanfaat bagi yang menulis dan membaca.
Tabik!