Categories
ODOP Review

Film Tilik dan Cream: Sebuah Review

Ada 2 film pendek yang akan saya ulas di sini. Yang satu adalah film pendek yang booming belakangan: Tilik. Sedangkan, yang satu lagi adalah film animasi karya David Firth. Apakah ada benang merah di antara keduanya?

Review Tilik: Ghibah dalam perjalanan menjenguk

Gambar 1A - Film Tilik
Sumber Gambar: Youtube/Ravacana Films

Nama film: Tilik
Produser: Elena Rosmeisara
Sutradara: Wahyu Agung Prasetyo
Penulis Naskah: Bagus Sumartono
Pemain: Siti Fauziah Brilliana Desy Angeline Rizky Dyah Mulani Lully Syahkisran, dll.
Rumah Produksi: Ravacana Films
Dibuat tahun: 2018
Durasi: 32 menit

Film ini berkisah tentang perjalanan rombongan warga menjenguk Bu Lurah di Rumah Sakit. Setelah mendapatkan kabar dari Dian bahwa Bu Lurah masuk rumah sakit, Yu Ning mengajak warga untuk menjenguk bersama-sama. Karena tidak memungkinkan menyewa bus, rombongan pergi menjenguk dengan menggunakan truk yang semestinya tidak boleh mengangkut orang. Di dalam bak truk, rombongan yang terdiri dari ibu-ibu mengobrol untuk mengisi waktu luang dalam perjalanan. Ialah Yu Sam yang memulai obrolan tentang Dian, sang kembang desa. 

Gambar 2A - Film Tilik
Sumber gambar: Youtube/Ravacana Films

Yu Sam bertanya kepada Bu Tejo tentang kebenaran kabar hubungan khusus antara Dian dan Fikri, anak Bu Lurah. Alih-alih memberikan jawaban, Bu Tejo bertanya tentang pekerjaan Dian.  

Gambar 3A
Sumber gambar: Youtube/Ravacana Films

Dari pertanyaan tersebut, obrolan semakin meluas. Dian diduga mempunyai pekerjaan yang ga bener karena sering keluar-masuk hotel. Pernah juga Dian ditemukan ada di Mall dengan seorang lelaki. Berbagai analisa dan bukti media sosial dipaparkan oleh Bu Tejo yang kini menguasai panggung perbincangan. Dari keganjilan Dian yang memiliki barang-barang bagus hingga kejadian Dian ditemukan muntah-muntah di pinggir jalan oleh Bu Tejo. Dilengkapi tek-tokan dari Bu Tri, obrolan semakin memanas. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Yu Ning. Sebagai saudara jauh Dian, Yi Ning tidak terima obrolan yang dipenuhi dugaan-dugaan yang, menurut dia, tidak berdasar menjadi semakin liar dan penuh fitnah. Terbakar kesal, Yu Ning menyinggung Bu Tejo yang dituduh menyuap warga agar memilih Pak Tejo saat pemilihan Lurah nanti. Uang yang Bu Tejo berikan kepada Gotrek, sang sopir truk, disinyalir adalah uang haram yang membuat truk mogok di jalan. Tidak terima dikatakan memiliki uang haram, Bu Tejo membela diri dengan nada suara tinggi. Pertengkaran Yu Ning dan Bu Tejo semakin memanas. Bagaimana kelanjutannya? Bisa teman-teman tonton sendiri di channel yang tersedia ya. 

Dari film Tilik, saya melihat ada kearifan lokal yang masih dijaga yaitu tradisi menjenguk warga yang sakit. Tradisi guyub ini begitu dekat dengan kita, pun kegiatan ghibah yang menyertainya. Begitu dekatnya, saya merasa begitu relate saat menonton Tilik ini. Para pemain yang terlihat natural semakin membuat film pendek ini menarik. Tidak heran film ini meraih 3 penghargaan dari ajang festival film pendek. 

Konflik yang diusung adalah ghibah tentang Dian, tetapi saya melihat ada pesan yang ingin disampaikan tentang arus informasi. Bu Tejo percaya informasi yang ia dapat dari media sosial dan internet adalah bukti kebenaran. Sedangkan menurut Yu Ning, Bu Tejo sedang memfitnah Dian. Yu Ning terlihat aktif mengajak lawan bicaranya untuk tidak memfitnah dan tidak serta merta memercayai apa yang didapat dari internet. Dengan dalih jaga-jaga, Bu Tejo menolak dibilang memfitnah dan memilih untuk tetap percaya pada apa yang didapat dari internet dan dari bukti-bukti lainnya. 

Gambar 4A
Sumber gambar: Youtube/Ravacana Films

Ada bias nilai kebenaran atas informasi yang diperoleh masing-masing orang. Di akhir cerita kita akan melihat, yang aktif menasehati untuk cross check setiap informasi justru ia telah lalai memastikan kebenaran informasi yang ia terima secara menyeluruh. Celakanya, responnya yang reaktif atas informasi yang diterima tidak hanya merugikan dirinya sendiri tetapi juga orang banyak (rombongan warga). Pada bagian akhir cerita juga ditampilkan (setelah roll credit) bahwa fitnah yang diyakini oleh satu pihak adalah kebenaran yang belum terungkap. Kebenaran menjadi terlihat subjektif, tergantung pada seberapa menyeluruh informasi diterima. 

Review Cream: Krim yang Mengganggu Zona Nyaman Konglomerat

Gambar 1B
Sumber gambar: Youtube/David Firth

Nama film: Cream
Sutradara: David Firth
Penulis Naskah: David Firth
Dibuat tahun: 2016
Durasi: 10 menit

Film ini bercerita tentang krim hasil penemuan Dr. Jack Bellifer yang diklaim mampu mengobati luka, cacat, dan bahkan menumbuhkan anggota tubuh yang sudah diamputasi. Tidak hanya itu, krim ini juga dapat mengobati wajah yang jelek sehingga tampan, wajah yang tua sehingga belia, dan bahkan orang yang meninggal bisa dihidupkan kembali oleh krim ini. Jangan kagum dulu, karena kegunaannya belum selesai sampai di situ. Tidak hanya berguna bagi manusia, krim juga dapat memperbaiki segala sesuatu yang rusak. Dr. Bellifer meyakinkan, “Broken is not longer an issue.”

Gambar 2B
Sumber gambar: Youtube/David Firth

Krim juga mampu mengobati kekhawatiran, keraguan, gangguan mental, dan juga kebodohan. Krim menjadi solusi tidak hanya untuk masalah kesehatan, tetapi juga masalah mental, kemiskinan, lingkungan, dan seluruh isu kehidupan. Bahkan isu kelangkaannya pun sudah bisa diatasi: menggandakan krim yang ada dengan krim! Sungguh hampir tidak ada isu terkait krim ini. Sampai pada akhirnya ada berita tersebar tentang efek samping krim yang menyebabkan aids dan bahan pembuat krim yang tidak wajar. Media semakin gencar memberitakan bahwa penggandaan makanan oleh krim akan menyebabkan aids. Informasi kemudian menyebar masif di masyarakat sehingga keadaan berbalik 180°. Dari yang semula masyarakat memuja krim sebagai solusi dari semua masalah, menjadi menghujat krim sebagai biang masalah. Masyarakat marah dan ramai-ramai membuang krim. Bagi yang masih memiliki krim di rumahnya ditangkap dan dijatuhi hukuman  Keadaan menjadi chaos. Bagaimana nasib dunia setelah tidak ada krim? Bagaimana pula nasib dr. Bellifer sang penemu krim? Kelanjutan ceritanya dapat teman-teman saksikan sendiri pada channel yang ada ya. 

Film ini menarik. Krim dijadikan sebagai simbol sesuatu yang memiliki banyak manfaat, yang diklaim sebagai solusi dari segala masalah. Siapa yang tidak suka solusi? Kita semua suka tidak ada orang sakit di bumi. Kita semua suka tidak ada kemiskinan di bumi. Kita semua suka kerusakan diperbaiki di bumi ini. Begitu kan? Ternyata tidak juga. Ada pihak-pihak yang merasa terancam. Selalu ada yang diuntungkan atas kondisi yang tidak baik-baik saja. Jika pihak itu adalah jaringan konglomerat oligarki, kondisi ini tidak bisa berlanjut. Pada dunia kapital, hal-hal bertekuk lutut pada di pemilik modal. Jika pemilik modal terancam, keadaan harus diubah, bahkan jika keadaan itu adalah untuk menjadikan kehidupan yang lebih baik. 

Media massa menjadi alat yang efektif untuk mengubah kondisi dengan cepat dan masif. Tidak perlu alasan ilmiah, cukup sebuah kampanye masif yang menakutkan sudah cukup menggerakan masyarakat membenci krim. Apa disebutkan alasan ilmiah kenapa penggandaan makanan dapat menyebabkan aids? Tidak. Bahkan sebuah kebohongan dapat dianggap menjadi sebuah kebenaran. Darimana media dapat mengklaim kalau bahan baku krim dari mayat bayi? Masyarakat tidak sempat melakukan cross check apakah berita itu sebuah kebenaran atau sebaliknya. Masyarakat keburu takut dengan isu kesehatan dan isu moralitas yang disebarkan secara masif. 

Gambar 3B
Sumber gambar: Youtube/David Firth

Animasi sarkasme ini menarik untuk ditonton. Setidaknya untuk meluaskan pandangan kita. 

Benang Merah Film Tilik dan Cream.

Benang Merah Film Tilik dan Cream
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

Dari dua film indie di atas, saya belajar tentang kehati-hatian menerima informasi. Seperti yang disebutkan oleh Yu Ning dalam film Tilik, tidak semua yang dikabarkan oleh media itu adalah benar. Ditambah lagi derasnya informasi yang beredar di internet yang dapat ditulis oleh siapa saja, baik kompeten atau tidak kompeten. Di sini pentingnya kita bijak dalam menerima informasi, jangan reaktif, apalagi turut serta melibatkan orang banyak (siapa yang suka forward info di whatsapp grup dengan caption, “buat jaga-jaga” tanpa diolah lebih dalam?). Gunakan logika dan kepekaan kita dalam mengolah informasi. Tidak semua informasi perlu dikunyah, tidak semua informasi perlu diteruskan. Bijaklah dalam menerima, mengolah, dan meneruskan informasi yang ada.

2 replies on “Film Tilik dan Cream: Sebuah Review”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *