Layaknya sebuah perjalanan, kita perlu membawa bekal agar selamat sampai tujuan tanpa kelaparan dan kekurangan sesuatu apapun. Apalagi sebuah perjalanan panjang bernama pengasuhan anak, bekal kita mesti betul-betul disiapkan. Dari buku Segenggam Iman Anak Kita karya Mohammad Fauzil Adhim, saya sarikan 3 bekal mengasuh anak yang perlu dimiliki oleh orangtua.
- Rasa Takut terhadap Masa Depan Mereka
Beberapa perencanaan dan persiapan saya dilatarbelakangi rasa takut. Misal karena takut besok pagi tidak cukup waktu untuk memasak, saya siapkan menu dan food preparation-nya pada hari sebelumnya. Pun serupa dengan pengasuhan, rasa takut kita semestinya menggerakkan kita untuk benar-benar merencanakan masa depan anak-anak kita. Salah satu pertanyaan yang terbetik di pikiran saya: jika saya meninggal, akan bagaimana kehidupan anak-anak kelak? Apakah mereka sudah mengenal betul siapa Tuhan mereka? Bagaimana mereka dapat mengarungi hidup nantinya? Apakah akhirat sudah menjadi tujuan hidup mereka?
Berbekal rasa takut atas masa depan anak-anak, dari sekarang kita buatkan jalannya. Saya perlu lebih sering berdialog tentang iman kepada anak-anak. Jika Abang Ibrahim terjatuh lalu terluka, selain berwasiat tentang hati-hati, saya juga minta mereka untuk minta kesembuhan kepada Allah.
“Sakit ya? Lain kali hati-hati ya. Abang minta sembuh ke Allah ya. Bunda ga bisa sembuhin Abang.”
Atau, pada kesempatan lain, ia ingin dibelikan mainan, saya ajarkan juga mintanya bukan ke Ayah atau saya, tapi ke Allah yang Maha Kaya. Lama kelamaan, Abang Ibrahim terbiasa meminta kepada Allah, bukan yang lain. Dari terbiasa, semoga kelak ia akan memahami hakikat meminta kepada Allah. Sehingga, saya harapkan kelak ia menjadi kokoh dengan hanya bersandar pada yang abadi.
“Sesungguhnya, di antara penyebab kelalaian kita menjaga mereka adalah rasa aman” (halaman 50, Segenggam Iman Anak Kita)
Sebaliknya, rasa aman cenderung melalaikan kita dari menyiapkan diri dan anak-anak untuk masa depan yang lebih baik. Kita menjadi tidak peka atas efek atau akibat dari pengambilan keputusan kita hari ini. Dalam penjelasan lanjutan tentang rasa aman, Mohammad Fauzil Adhim menyinggung tentang televisi (duh!). Beliau menyayangkan keputusan orangtua yang membiarkan anak-anak mereka lekat dengan televisi. Katanya, menonton televisi adalah hiburan dan hiburan sejatinya dilakukan oleh mereka yang telah bekerja keras. Belum-belum bekerja sudah dihibur.
Memang ini satu PR besar untuk saya pribadi yang masih membiarkan anak saya menonton televisi. Dengan menulis begini, jadi eling lagi, mau dijadikan seperti apa jalan masa depan anak-anak kelak? Yang rapuh karena berlebih hiburan atau yang kokoh bersebab tempaan iman?
- Takwa kepada Allah
Orangtua yang takwa akan lebih bijak dalam mengambil keputusan dan bertindak. Orangtua yang takwa akan berlembut hati dan perilakunya, alih-alih mudah marah. Orangtua yang takwa akan selalu meminta bimbingan dan perlindungan kepada Allah. Jika sudah Allah yang membimbing dan melindungi, kita perlu apa lagi?
“Andai kata tak ada bekal pengetahuam yang kita miliki tentang bagaiman mengasuh anak-anak kita, maka sungguh cukuplah ketakwaan itu mengendalikan diri kita” (halaman 52, Segenggam Iman Anak Kita)
Dengan begitu, satu pelajaran lagi untuk kita, orangtua, bagaimana cara menjadi orang yang bertakwa? Mari kita sama-sama belajar menjadi orang yang bertakwa. Anak-anak ibarat bayangan dari orangtua mereka. Bagaimana mungkin kita mengharapkan muncul bayangan yang lurus dari benda yang bengkok?
- Berbicara dengan Perkataan yang Benar
Perkataan yang benar (qaulan sadidan) perlu kita biasakan. Kebenaran versi anak-anak adalah apa-apa yang dikatakan dan dilakukan orangtuanya. Anak-anak belum tau hukum benar-salah. Agar tidak salah jalannya, orangtuanya mesti berbicara yang benar.
Tapi, orangtua juga manusia yang sering salahnya. Banyak hal yang dirasa belum apik dalam perilaku, tapi kita tidak ingin anak-anak mengikuti jejak kita. Maka, takwa dan perkataan yang benar adalah kunci. Dengan begitu, kita akan selalu berbenah diri. Menambal yang bolong. Menyambung yang terputus. Memperbaiki yang salah. Dengan takwa dan perkataan yang benar, semoga Allah selalu membimbing kita menjadi sebaik-baik orangtua untuk anak-anak kita.
Perjalanan ini akan panjang. Siapkan ilmu yang cukup dan hati yang luas. Jika salah jalan kita, dengan ilmu, kita tahu kemana akan kembali lalu memperbaiki jalannya. Dengan hati yang luas, kita akan bersabar atas segala kemungkinan yang terjadi. Perjalanan ini akan panjang, tapi yakinlah hasilnya akan setimpal. Pastikan diri, kita pantas untuk hasil yang terbaik.
Kalau teman-teman punya cerita tentang bekal pengasuhan yang lain, boleh ya share di kolom komentar. Terima kasih sudah membaca. 🙂